Penulis: Princess Nadhira Nabila (Administrasi Publik’23)
A. Stress Akademik dan Perubahan Prioritas Mahasiswa
Mahasiswa dan organisasi merupakan kedua hal yang tidak dapat terpisahkan. Sehingga timbul istilah, mahasiswa kura-kura, alias kuliah-rapat kuliah-rapat, itulah sebutan bagi mereka, para mahasiswa yang aktif di beberapa kegiatan kampus. Bahkan, tidak jarang mereka rela pulang larut malam dari kampus setiap harinya demi menghadiri rapat ini dan itu. Kehidupan berorganisasi di kampus nyatanya memiliki begitu banyak pandangan dan sorotan. Ada yang memandang bahwa dengan mengikuti kegiatan organisasi hanya akan menghambat nilai akademik. Namun, tidak sedikit juga yang menganggap bahwa dengan bergabung dalam organisasi kampus akan memberikan banyak sekali manfaat bagi dirinya, salah satunya dengan menjadi mahasiswa yang eksis yang terkenal seantero kampus.
Mahasiswa sebagai penentu kemajuan peradaban tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan. Permasalahan dapat bersumber dari berbagai macam faktor, seperti dalam diri sendiri, keluarga, teman sepergaulan atau lingkungan sosial dan tuntutan akademis. Pada mahasiswa semester pertama mereka mulai berhadapan dengan masalah kemandirian, perubahan tuntutan belajar dari masa sebelumnya yaitu jenjang pendidikan Sekolah Menegah Atas (SMA) yang mengharuskan mahasiswa mandiri dalam segala hal aktivitas akademiknya baik itu materi perkuliahan, tugas, laporan hingga praktikum. Pada mahasiswa semester akhir mereka mengalami permasalahan untuk menyelesaikan tugas akhir. Mahasiswa semester akhir dihadapkan pada permasalahan untuk mendapatkan pustaka yang memadai dalam membuat tulisan, membuat tulisan dengan sistematis hingga mampu berkomunikasi dengan baik dengan dosen pembimbingnya.
Permasalahan yang dihadapi mahasiswa, dapat diartikan sebagai tekanan atau stress. Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Dalam tingkatan yang rendah stress mungkin berguna bagi tubuh, tetapi jika stress tersebut menjadi berat dan berkepanjangan akan mempengaruhi fungsi fisik dan mental, hal ini akan menjadi masalah besar yang perlu penanganan lebih lanjut (Kisker,1997). Stress yang dihadapi mahasiwa yang terbesar adalah stress akademik. Stress akademik adalah stress yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan yang terjadi dalam masa pendidikan yang disebabkan oleh tuntutan yang timbul saat seseorang dalam masa pendidikan (Weidner, Kohlmann, Dotzauer,& Burns, 1996) dan terjadi bila mahasiswa mengalami ketegangan emosi saat ia gagal mengatasi tuntutan tersebut.
Penyebab stress akademik merupakan hal yang normal terjadi karena merupakan bagian perkembangan diri seperti menyesuaikan diri dengan tatanan sosial baru, mendapatkan peran dan tanggungjawab baru sebagai mahasiswa, mempunyai beban belajar dan konsep – konsep pendidikan yang berbeda dengan masa sekolah sebelumnya (MacGeorge, Samter, & Gillihan, 2005), sedangkan hal yang disebut dengan beban akademik antara lain, masalah keuangan, kurangnya kemampuan mengelola waktu, harapan terhadap pencapaian akademik, perubahan gaya hidup dan perkembangan konsep diri (Misra, McKean, West, & Russo, 2000). Beban akademik yang dimaksud adalah pekerjaan rumah (penugasan) yang sangat banyak, atau tidak jelas, hubungan dengan staf akademik dan tekanan waktu untuk menyelesaikan tugas atau pendidikan. Hal ini membuat mahasiswa kewalahan membagi waktu antara kewajiban berkuliah dan tanggung jawabnya sebagai kader di suatu organisasi, tak jarang banyak yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari organisasi karena menganggap dirinya mengalami perubahan priotitas.
B. Faktor-Faktor Perubahan Prioritas Mahasiswa
- Perubahan Prioritas Akademik: Saat mahasiswa menghadapi peningkatan beban akademik, mereka mungkin merasa perlu mengurangi komitmen organisasi untuk fokus pada studi mereka.
- Perubahan Prioritas Karir: Mahasiswa yang menemukan jalur karir baru atau perubahan dalam tujuan karir mereka mungkin memutuskan untuk keluar dari organisasi yang tidak sejalan dengan tujuan tersebut.
- Perubahan Personal dan Sosial: Kehidupan pribadi dan hubungan sosial yang berubah dapat menyebabkan mahasiswa mengubah prioritas mereka, mengurangi waktu dan energi yang tersedia untuk aktivitas organisasi.
- Keseimbangan Kehidupan-Kerja: Ketika mahasiswa merasa stres atau kewalahan dengan tanggung jawab organisasi, mereka mungkin memutuskan untuk keluar untuk mencapai keseimbangan kehidupan-kerja yang lebih baik.
- Perubahan Minat dan Motivasi: Minat dan motivasi mahasiswa dapat berubah seiring waktu, sehingga mereka mungkin merasa organisasi tidak lagi memenuhi kebutuhan atau keinginan mereka.
- Pengaruh Lingkungan: Teman, keluarga, atau mentor mungkin mempengaruhi keputusan mahasiswa untuk keluar dari organisasi jika mereka melihat perubahan prioritas yang lebih mendesak atau penting.
- Perubahan Kebijakan Organisasi: Kebijakan atau perubahan dalam struktur organisasi yang tidak sesuai dengan prioritas atau nilai mahasiswa dapat mendorong mereka untuk keluar.
- Dengan memahami faktor-faktor ini, organisasi dapat mencoba menyesuaikan strategi mereka untuk mempertahankan anggota dan membantu mahasiswa mengelola perubahan prioritas tanpa harus meninggalkan organisasi
Dalam menghadapi berbagai alasan ini, penting bagi organisasi untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan fleksibel serta menawarkan dukungan yang memadai bagi anggotanya. Dengan demikian, organisasi dapat membantu mengurangi tingkat pengunduran diri dan mempertahankan anggotanya. Dan mahasiswa perlu mengenali dan menyesuaikan prioritas mereka sesuai dengan situasi dan kebutuhan yang berubah agar dapat mencapai keseimbangan yang sehat antara akademik, pengembangan pribadi, dan kesejahteraan emosional.
C. Konsekuensi yang Mungkin Dihadapi
- Kehilangan Kesempatan Pengembangan Diri: Mahasiswa mungkin kehilangan peluang untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan, manajemen waktu, kerja tim, dan keterampilan lainnya yang dapat diperoleh melalui partisipasi dalam organisasi.
- Kehilangan Jaringan Sosial: Organisasi sering kali menjadi tempat untuk membangun jaringan sosial dan profesional. Keluar dari organisasi dapat berarti kehilangan kontak dan hubungan yang berharga dengan teman sebaya, mentor, atau profesional di bidang yang relevan.
- Dampak pada CV dan Portofolio: Pengalaman dalam organisasi sering kali menjadi poin penting dalam CV atau portofolio. Tanpa pengalaman ini, mahasiswa mungkin memiliki lebih sedikit hal untuk ditonjolkan saat melamar pekerjaan atau program lanjutan.
- Penurunan Rasa Kepemilikan dan Keterlibatan: Mahasiswa mungkin merasa kurang terlibat dan kurang memiliki rasa kepemilikan terhadap komunitas kampus. Ini dapat mengurangi rasa identitas dan keterikatan mereka dengan institusi pendidikan.
- Waktu dan Fokus yang Lebih Banyak: Salah satu keuntungan utama adalah mahasiswa mungkin memiliki lebih banyak waktu dan fokus untuk mengatasi tuntutan akademik atau prioritas pribadi lainnya. Ini bisa meningkatkan performa akademik dan kesejahteraan mental.
- Mengurangi Stres dan Tekanan: Mengurangi komitmen dapat membantu mengurangi tingkat stres dan tekanan, memberikan mahasiswa lebih banyak waktu untuk istirahat dan pemulihan, yang penting untuk kesehatan mental dan fisik.
- Peluang Baru: Keluar dari organisasi dapat membuka peluang baru untuk terlibat dalam kegiatan atau inisiatif lain yang mungkin lebih sesuai dengan minat dan tujuan pribadi mahasiswa.
- Perubahan dalam Dinamika Sosial: Mahasiswa mungkin mengalami perubahan dalam dinamika sosial mereka, karena mereka mungkin kehilangan beberapa koneksi yang terbentuk dalam organisasi. Ini bisa berdampak positif atau negatif tergantung pada situasi sosial yang mereka hadapi.
- Dampak Finansial: Beberapa organisasi mungkin menawarkan manfaat finansial atau dukungan, seperti beasiswa atau tunjangan. Keluar dari organisasi bisa berarti kehilangan dukungan finansial ini.
- Reaksi dari Anggota Lain: Keluar dari organisasi juga bisa mempengaruhi hubungan dengan anggota lain yang mungkin melihat keputusan ini sebagai bentuk ketidaksetiaan atau kurangnya komitmen.
- Memahami konsekuensi ini dapat membantu mahasiswa membuat keputusan yang lebih bijaksana dan terinformasi mengenai partisipasi mereka dalam organisasi, serta membantu mereka menyiapkan strategi untuk mengatasi dampak yang mungkin timbul.
D. Langkah-Langkah yang Dapat Diambil
- Evaluasi Alasan Keluar: Pertama, penting untuk benar-benar memahami alasan di balik keputusan untuk keluar. Apakah karena beban akademik, masalah kesehatan, perubahan minat, atau alasan lain? Memahami alasan ini akan membantu dalam merencanakan langkah selanjutnya.
- Diskusi dengan Pemimpin Organisasi: Sebelum membuat keputusan akhir, bicarakan niat ini dengan pemimpin atau mentor dalam organisasi. Mereka mungkin dapat menawarkan solusi yang belum dipertimbangkan, seperti mengurangi beban tanggung jawab atau menemukan peran yang lebih sesuai.
- Rencanakan Transisi yang Mulus: Jika keputusan untuk keluar sudah bulat, bantu organisasi dengan merencanakan transisi yang mulus. Ini bisa melibatkan mencari pengganti, menyelesaikan tugas yang tertunda, atau memberikan panduan kepada orang yang akan mengambil alih peran.
- Tetap Terhubung dengan Anggota: Meskipun keluar dari organisasi, tetaplah terhubung dengan anggota lainnya. Ini bisa mempertahankan jaringan sosial dan profesional yang sudah terbentuk.
- Cari Alternatif Pengembangan Diri: Jika keluar dari organisasi berarti kehilangan kesempatan pengembangan diri, cari alternatif lain seperti kursus online, proyek independen, atau magang. Ini akan memastikan bahwa tetap ada peluang untuk mengembangkan keterampilan dan pengalaman.
- Manajemen Waktu yang Baik: Pastikan untuk menggunakan waktu yang sekarang lebih luang dengan bijaksana.
- Fokus pada Kesehatan Mental dan Fisik: Jika keluar dari organisasi karena alasan kesehatan, gunakan waktu ini untuk fokus pada pemulihan dan kesejahteraan. Teknik relaksasi, olahraga, dan hobi yang menenangkan bisa sangat membantu.
- Komunikasikan dengan Jelas: Saat memutuskan untuk keluar, komunikasikan keputusan ini dengan jelas dan sopan kepada anggota organisasi. Jelaskan alasan di balik keputusan ini dengan cara yang menghormati kontribusi dan hubungan yang telah dibangun.
- Cari Dukungan Emosional: Keluar dari organisasi bisa menjadi keputusan emosional. Cari dukungan dari teman, keluarga, atau konselor kampus untuk membantu melalui proses ini.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, mahasiswa dapat memastikan bahwa keputusan untuk keluar dari organisasi dilakukan dengan cara yang positif dan konstruktif, meminimalkan dampak negatif seperti adanya ketersinggungan di beberapa pihak dan membuka peluang baru untuk pengembangan diri.
REFERENSI:
Bayu Sukarno, (2018). Hubungan Antara Stres Akademik Dengan Minat Berorganisasi Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. URL: https://core.ac.uk/download/154926935.pdf
Fransisca Rachmawati Indira, (2024). Mahasiswa: Antara Akademis Dan Organisasi.
URL: https://unnes.ac.id/feb/mahasiswa-antara-akademis-dan-organisasi/
Sandi Pangestu, Riza Bahtiar Sulistyan, Ninik
Lukiana, (2019). Studi Empiris Niat untuk Berhenti, Dukungan
Organisasi, dan Komitmen Afektif Mahasiswa Perguruan Tinggi Di Kabupaten
Lumajang. URL: file:///C:/Users/ACER/Downloads/widilistiyas,+1-424-429+Sandi+Pangestu.pdf