Menyongsong Generasi Sehat: Lawan Stunting dengan Optimalisasi Gizi Seimbang pada 1000 Hari Pertama Kehidupan

Penulis:

Gendhis Fatimah Az-Zahra (Hubungan Internasional)

Jihan Nur Azizah Edoardo (Ilmu Komunikasi)

Nur Alisa (Ilmu Komunikasi)


​Indonesia menjadi negara keempat dengan kategori jumlah penduduk terbesar di dunia, menghadapi tantangan signifikan dalam memenuhi kebutuhan gizi seimbang untuk masyarakatnya. Pemerintah memiliki peran penting dalam memastikan bahwa kualitas gizi di Indonesia terus membaik. Menurut data Global Hunger Index (GHI) 2022, Indonesia berada pada peringkat ketiga di Asia Tenggara dengan skor 17,9, menunjukkan tingkat kelaparan sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan kualitas gizi masih menjadi prioritas utama. Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi di Indonesia, pemerintah menyepakati bahwa tanggal 25 Januari diperingati sebagai Hari Gizi Nasional (HGN). Penetapan tanggal HGN didasarkan pada momen penting dalam sejarah kesehatan masyarakat, yang bertujuan untuk mendorong semua piha, baik masyarakat maupun pemerintah agar lebih memahami dan menghargai pentingnya gizi seimbang bagi kesehatan. Dengan langkahlangkah yang tepat, diharapkan kondisi gizi masyarakat Indonesia akan terus mengalami perbaikan.

​Stunting merupakan masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian serius, di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang. Kondisi ini berdampak pada perkembangan fisik, mental, kesehatan, serta produktivitas anak, terutama selama periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Periode ini dimulai sejak masa kehamilan hingga usia dua tahun dan dikenal sebagai periode kritis karena sangat memengaruhi masa depan anak. Pada fase ini, perkembangan organ penting, terutama otak, terjadi dengan pesat, dan kondisi ini akan sangat menentukan kualitas hidup anak di masa depan. Kekurangan atau ketidakseimbangan asupan gizi selama waktu ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, yang pada gilirannya memengaruhi kualitas sumber daya manusia suatu negara.
​Oleh karena itu, pemenuhan gizi optimal penting untuk menciptakan generasi sehat dan produktif karena gizi yang baik dapat mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan tubuh. Memperoleh gizi yang baik sejak usia dini dapat membantu mencegah stunting dan memastikan anak-anak tumbuh dengan baik, baik secara fisik maupun kognitif. Dengan memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang tepat sejak dini, kita tidak hanya mencegah stunting, tetapi juga membantu meningkatkan kemampuan belajar yang lebih baik dan lebih siap menghadapi tantangan di masa depan. Generasi yang tumbuh dengan gizi seimbang akan lebih mampu berkontribusi aktif dalam masyarakat, meminimalisir angka kemiskinan, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pemenuhan gizi, sehingga setiap anak di Indonesia dapat tumbuh menjadi individu yang sehat dan berdaya saing tinggi.


A. SEJARAH DAN PERAN HARI GIZI NASIONAL

Tahun 1950, Menteri Kesehatan Indonesia, dr. Johannes Leimena, menugaskan Prof. Poorwo Soedarmo untuk memimpin Lembaga Makanan Rakyat (LMR), atau orang-orang pada waktu itu lebih mengenalnya dengan sebutan Instituut Voor Volksvoeding (IVV). IVV adalah bagian dari Lembaga Penelitian Kesehatan, yang kini dikenal sebagai Lembaga Eijkman. Penunjukan dan penugasan Poorwo didasarkan pada kontribusinya dalam bidang ilmu pengetahuan, termasuk gagasan “Empat Sehat Lima Sempurna” dan karya-karyanya di bidang Home Economics. Di bawah kepemimpinannya, tepatnya pada tanggal 25 Januari 1951, LMR mendirikan Sekolah Djuru Penerang Makanan dengan tujuan mencetak tenaga ahli gizi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi. Kehadiran sekolah ini turut berkontribusi pada penyebarluasan pendidikan gizi, termasuk di berbagai perguruan tinggi. Oleh karena itu, tanggal 25 Januari dipilih sebagai Hari Gizi Nasional (HGN). Peringatan HGN pertama kali dilaksanakan oleh LMR pada tahun 1960-an dalam skala kecil. Sejak tahun 1970-an, peringatan ini diteruskan oleh Direktorat Gizi Masyarakat dan terus berlangsung hingga kini sebagai momen untuk meningkatkan kesadaran sekaligus refleksi pada lingkup masyarakat akan pentingnya asupan gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari.

Kementerian Kesehatan RI menjadikan Hari Gizi Nasional sebagai agenda resmi setiap tahun untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian bagi semua pihak tentang pemenuhan gizi seimbang dengan tujuan membangun bangsa yang sehat dan berprestasi. Pada tahun 2024,  HGN mengangkat tema tentang “MP-ASI Kaya Protein Hewani Cegah Stunting” yang menunjukkan bahwa pentingnya memperhatikan gizi sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan Anak (HPK). Gizi yang seimbang membuat fungsi tubuh berjalan dengan baik dan mengoptimalkan pertumbuhan serta perkembangan pada anak. Sebaliknya, jika pemenuhan gizi tidak seimbang, maka dampak yang akan ditimbulkan bisa berbagai macam, salah satunya dapat menyebabkan stunting yang berimbas tidak hanya memengaruhi kondisi fisik, tetapi juga perkembangan kognitif karena perkembangan otak yang tidak optimal. Dari Survei Kesehatan Indonesia (KSI) tahun 2023, tercatat angka stunting di Indonesia masih tergolong sangat tinggi dengan angka 21,5% dan turun sekitar 0,8% dibanding tahun sebelumnya. Hal ini sangat memprihatinkan dan kemudian menjadi urgensi bagi seluruh pihak khususnya yang berwenang untuk melakukan tindakan agar kasus stunting di Indonesia bisa perlahan-lahan berkurang.

Target pemerintah untuk penurunan angka stunting memerlukan pertimbangan khusus melihat dari dinamika masyarakat, terutama untuk wilayah yang memerlukan perhatian lebih. Jika pihak berwenang mengantisipasi kasus kekurangan gizi dengan membuat program, hal ini harus dilakukan secara sistematis dan terstruktur dengan perhitungan yang matang agar hasil yang ditimbulkan dapat berdampak pada target yang ingin dicapai. Langkah yang diambil untuk mengurangi angka stunting harus memperhatikan dua aspek intervensi gizi, yaitu spesifik dan sensifik. Intervensi gizi spesifik bertujuan memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil hingga anak berusia 23 bulan, termasuk pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Di sisi lain, intervensi sensitif mencakup upaya yang secara tidak langsung membantu mengurangi stunting, seperti perbaikan pola asuh, peningkatan pelayanan gizi, dan penyediaan air bersih. Pada dasarnya, perhatian utama harus diberikan pada intervensi spesifik, karena pemenuhan gizi yang optimal terjadi sejak anak masih di dalam kandungan dan berlangsung selama 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).


B. PENTINGNYA PERIODE EMAS PADA KEHIDUPAN PERTAMA

Permasalahan gizi buruk dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan menjadi isu serius di Indonesia. Sebagai langkah strategis untuk mengatasi malnutrisi, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, yang dikenal sebagai Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Program ini merupakan bagian dari inisiatif global yang berfokus pada upaya pencegahan malnutrisi sejak dini. Periode 1000 HPK mencakup masa kehamilan selama 270 hari hingga anak berusia dua tahun (730 hari). Selama  periode ini, terjadi proses penting dalam pembentukan dan perkembangan organ vital anak, seperti otak, jantung, hati, ginjal, paru-paru, serta tulang. Asupan gizi yang memadai pada masa ini sangat menentukan pertumbuhan fisik dan kesehatan anak, serta berperan besar dalam memengaruhi kualitas hidup mereka di masa depan.

Selama masa kehamilan, ibu hamil memerlukan asupan nutrisi yang mencakup zat besi, protein, kalsium, dan berbagai jenis vitamin lainnya untuk menunjang perkembangan janin secara maksimal. Setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama menjadi langkah penting, yang dilanjutkan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang bergizi, seimbang, dan disesuaikan dengan kebutuhan bayi.

Kekurangan gizi selama 1000 HPK dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang berpengaruh pada kualitas hidup individu dan pembangunan suatu bangsa, baik dalam periode awal kehidupan maupun dalam fase perkembangan jangka panjang. Pada tahap awal kehidupan, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan otak, penurunan tingkat kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, serta gangguan metabolisme yang berdampak pada kesehatan anak. Anak-anak juga lebih rentan terhadap penyakit infeksi akibat lemahnya sistem kekebalan tubuh. Sedangkan dalam fase perkembangan jangka panjang, kekurangan gizi berpotensi menurunkan kemampuan kognitif, yang dapat memengaruhi prestasi akademik dan produktivitas kerja di masa dewasa. Individu yang mengalami kekurangan gizi selama 1000 HPK juga memiliki risiko lebih tinggi terhadap berbagai penyakit kronis, seperti diabetes, obesitas, hipertensi, penyakit jantung, kanker, stroke, hingga disabilitas pada usia tua. Dampak-dampak ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga dapat menghambat kemajuan sosial dan ekonomi, memperburuk beban sistem kesehatan, serta memperpendek harapan hidup secara keseluruhan.

Salah satu dampak nyata kekurangan gizi pada masa 1000 HPK adalah stunting, yaitu kondisi terhambatnya pertumbuhan akibat kekurangan asupan gizi. Anak yang mengalami stunting memiliki tinggi badan di bawah standar usianya, yang mencerminkan kurang optimalnya perkembangan fisik dan kognitif mereka. Pada tahun 2024, pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun hingg 14%, untuk mencapai target diperlukan kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat. Edukasi gizi, peningkatan akses makanan bergizi, serta dukungan untuk ibu hamil dan menyusui adalah langkah kunci dalam mengurangi stunting dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa depan.


C. LANGKAH STRATEGIS PROGRAM PENUNJANG GIZI PADA 1000 HPK DI MASA DEPAN

Untuk mengurangj angka stunting di Indonesia diperlukan beberapa langkah strategis dalam program penunjang gizi pada 1000 HPK, khususnya dari inisiatif pemerintah untuk membuat program pendukung pemenuhan gizi. Program yang dilakukan pemerintah mencakup mendorong pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan anak, yang bertujuan untuk memberikan nutrisi optimal sejak dini. Selain itu, pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) juga menjadi fokus, dengan penekanan pada penyediaan panduan dan dukungan agar orang tua dapat memberikan MPASI yang bergizi dan tepat waktu. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) berperan penting dalam program ini dengan memantau tumbuh kembang anak dan memberikan edukasi gizi kepada masyarakat.

Evaluasi terhadap efektivitas program penunjang gizi sangat penting untuk menilai dampaknya terhadap penurunan angka stunting. Pengumpulan data prevalensi stunting sebelum dan sesudah program dilaksanakan menjadi salah satu indikator kunci untuk mengukur keberhasilan. Survei dan riset kesehatan anak secara berkala juga diperlukan untuk mendapatkan informasi mengenai status gizi, kesehatan, serta perilaku pemberian makanan yang dilakukan oleh orang tua. Selain itu, mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam program gizi, seperti frekuensi kunjungan ke posyandu dan keterlibatan dalam kegiatan edukasi, dapat memberikan wawasan tambahan mengenai efektivitas program tersebut.

Untuk mengoptimalkan pemenuhan gizi pada 1.000 HPK, strategi inovatif yang dapat diterapkan salah satunya adalah pengembangan edukasi berbasis digital, mencakup aplikasi dan platform online yang menyediakan informasi gizi, resep sehat, dan tips pemberian makanan untuk balita. Dengan edukasi digital ini diharapkan dapat menjangkau lebih banyak orang dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi. Selain itu, program subsidi untuk pangan bergizi, seperti buah, sayuran, dan produk protein perlu diterapkan agar lebih terjangkau bagi keluarga berpenghasilan rendah. Peluncuran kampanye nasional yang menyasar kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dalam 1.000 HPK juga menjadi langkah strategis, melibatkan media sosial dan kerja sama dengan influencer untuk menjangkau audiens yang lebih luas.


D. KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam upaya meningkatkan kesehatan dan gizi di Indonesia, terutama untuk mengatasi masalah stunting, intervensi gizi selama 1000 HPK sangat penting, karena periode ini merupakan fase krusial dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Pemenuhan gizi yang seimbang pada masa ini dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa depan. Meskipun telah terjadi penurunan prevalensi stunting, angka 21,5% masih jauh dari target pemerintah yang ingin mencapainya menjadi 14% pada tahun 2024. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung penyediaan gizi yang optimal. Untuk itu, beberapa langkah perlu dilakukan, di antaranya adalah peningkatan kesadaran masyarakat melalui kampanye edukasi mengenai pentingnya gizi seimbang selama 1.000 HPK, yang dapat dilakukan lewat media sosial dan program komunitas. Selain itu, perlu adanya subsidi untuk pangan bergizi agar lebih terjangkau bagi keluarga dengan pendapatan rendah, seperti buah, sayuran, dan sumber protein.

Pengembangan aplikasi digital yang menyediakan informasi tentang gizi, resep sehat, dan tips pemberian makanan untuk balita juga dapat membantu menjangkau lebih banyak orang. Program monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan juga penting untuk mengukur efektivitas program gizi dan dampaknya terhadap angka stunting. Terakhir, pemberdayaan tenaga gizi melalui pengoptimalkan fungsi Posyandu untuk memberikan edukasi serta pemantauan tumbuh kembang anak secara berkala juga menjadi kunci dalam mewujudkan perbaikan gizi di Indonesia. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat mempercepat penurunan angka stunting serta meningkatkan kualitas gizi pada anak-anak, yang pada akhirnya akan berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup dan pembangunan sumber daya manusia di Indonesia.

Upaya yang sedang dilakukan pemerintah untuk mengurangi angka stunting di Indonesia dapat dikatakan cukup baik, namun masih belum mampu memberikan dampak signifikan terhadap turunnya angka stunting di Indonesia. Target prevalensi 14% dengan penurunan 3,8 persen pertahun bukanlah angka yang kecil. Mengingat bahwa masih banyak edukasi mengenai kesehatan yang dilakukan, mulai dari sosialisasi secara langsung hingga sebaran berita lewat platform online, tidak membuat seluruh masyarakat peduli akan isu ini. Maka dari itu, saran kami, pemerintah perlu melakukan evaluasi secara berkala untuk program program yang sudah dicanangkan, terutama pencegahan stunting pada 1000 HPK. Selain itu, pengembangan aplikasi digital untuk memberikan informasi tentang isu isu kesehatan.


​Pentingnya informasi yang dibuat bisa sesuai dan menarik agar semua kalangan masyarakat dapat menjangkau pemahaman mengenai isu ini. Pemberdayaan tenaga gizi Posyandu juga dapat dilakukan guna mengoptimalkan pemantauan pada anak dan edukasi kepada orang tua tentang isu stunting serta pentingnya memilah-milah gizi pada 1000 HPK.



"Investment in early childhood nutrition is not a cost but a strategy for national development."

"Investasi dalam gizi anak usia dini bukanlah biaya, tetapi strategi pembangunan nasional.”

— Richard Horton



REFERENSI

Pranita, E., 2022. Intervensi Gizi Bantu Percepatan Penurunan Stunting dengan Target 14 Persen 2024. Available at: https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/28/080100223/2-intervensigizi-bantu-percepatan-penurunan-stunting-dengan-target-14?page=all

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.. 2019. Ini Sejarah Hari Gizi Nasional. Available at: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20190125/5329219/sejarah-harigizi-nasional/

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2024. Peran Hari Gizi Dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan Anak Kunci Menuju Generasi Emas. Available at: https://lms.kemkes.go.id/courses/5df2b16b-3bab-4834-b148-1d11fefba49e

Aurelia, Y., 2024. 1000 HPK Kunci Cegah Stunting. Available at: https://ayosehat.kemkes.go.id/1000-hpk-kunci-cegah-stunting

Lasmadasari, N., Puspitasari, N., Nilawati, I., Herlinda. (2023). Monitoring Program Percepatan Penurunan Stunting: Intervensi Gizi Spesifik terhadap Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Pemenuhan Gizi Bayi dan Balita. Available at: https://ojs.stikessaptabakti.ac.id/jrmk/article/download/404/285/1087

Agustin, M., Nurhaliza, R., C., Tahera, S., Putri, S., U., (2024). Pentingnya Pemahaman Gizi dan 1000 HPK dalam Mencegah Stunting pada AUD. Available at: https://interdisiplin.my.id/index.php/i/article/view/6/7

Yekti. R., (2020). 1000 Hari Pertama Kehidupan. Available at: http://repository.uki.ac.id/2326/1/1000HARIPERTAMAKEHIDUPAN.pdf


Sign in to leave a comment
Dinamika kenaikan PPN menjadi 12%: Kebijakan Progresif atau Tindakan Represif? (Analisis dari Perspektif Ekonomi, Hukum dan Sosial)