Janji Politik vs Realitas: Mengurai Dilema pada Kepemimpinan Prabowo - Gibran

Penulis:

Risma Sasmita Trisofika (Psikologi)

Muhammad Fathur Rachman (Psikologi)

Nurdianah Islami (Psikologi)


LATAR BELAKANG

​Sudah 100 hari berlalu sejak presiden dan wakil presiden terpilih dalam periode pemerintahan 2024-2029, Prabowo-Gibran, menjabat posisi pemerintah tertinggi di negeri ini. Banyak dari janji-janji kampanye yang mulai direalisasikan. Namun, realisasi kebijakan-kebijakan tersebut menghadapi berbagai tantangan yang perlu dicermati. Dalam 100 hari pertama masa pemerintahan Prabowo-Gibran, terdapat kebijakan yang realisasinya justru menimbulkan permasalahan di masyarakat. Terlebih lagi, kebijakan-kebijakan ini saling terkait dan berhubungan erat dengan kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi yang merupakan landasan penting bagi kehidupan.

​Program makan siang gratis, misalnya, hadir sebagai upaya peningkatan gizi ibu dan anak dalam rangka pengurangan angka stunting, dan peningkatan konsentrasi belajar anak (Nurrohman, 2024; Memolo, 2025). Namun, implementasinya sendiri menghadapi tantangan dalam pemerataan distribusi, keamanan pangan, dan pendanaan (Octania, 2025). Di sisi lain, kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% secara sekilas memang merupakan kebijakan yang baik karena dirancang untuk meningkatkan penerimaan negara, akan tetapi ia memiliki potensi untuk menekan daya beli masyarakat terutama pada kelompok masyarakat menengah kebawah yang sudah terbebani inflasi harga kebutuhan pokok setiap tahunnya sehingga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi (Firmansyah, n.d; Koestriyaningrum, 2024). Ditambah lagi, upaya pemerintah dalam mencapai swasembada pangan melalui program food estate juga menghadapi kendala, seperti tingginya potensi kerusakan lingkungan dan ketergantungan pada impor (Risdianto, dkk., 2024; WALHI, 2024). 

​Kebijakan-kebijakan ini saling berkaitan satu dengan yang lain sehingga pengelolaan dan pelaksanaannya saling memengaruhi satu sama lain. Jika kita berbicara mengenai program Makan Siang Gratis (MBG), program ini membutuhkan dana yang sangat besar sehingga pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% sebagai upaya untuk mendapatkan dana tambahan agar program ini dapat berjalan (Latif, dkk., 2024). Namun, sebagaimana yang sudah dinyatakan sebelumnya, kenaikan PPN memiliki potensi besar untuk menurunkan daya beli masyarakat yang tentu memengaruhi keberhasilan program MBG itu sendiri. Disamping itu, upaya pemerintah untuk mencapai swasembada pangan yang dipandang sebagai upaya pengurangan ketergantungan atas impor dan secara bersamaan juga mengurangi biaya terkait MBG, penuh akan tantangan yang tidak kalah kompleks (Tempodotco, 2025). Alih-alih mendapatkan dukungan, kebijakan pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan melalui food estate justru mendapatkan kritik substantif atas potensinya dalam memperburuk kerusakan lingkungan secara signifikan. Ironisnya, harapan mengurangi biaya MBG dalam jangka panjang melalui food estate justru meningkatkan permasalahan terkait lingkungan, seperti kerusakan hutan dan pencemaran air (Aranditio, 2024; WALHI, 2024; FWi, 2024). Akibatnya, pemerintah harus mengeluarkan lebih banyak dana untuk mengamankan produksi pangan nasional melalui impor yang hanya akan menambah beban keuangan negara di masa depan (WALHI, 2024).

​Apabila pengelolaannya tidak direncanakan dengan baik, kebijakan yang dicanangkan demi kemaslahatan masyarakat justru hanya akan memperburuk ketimpangan sosial-ekonomi yang sudah ada di masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi yang komprehensif demi memastikan setiap kebijakan terintegrasi dengan baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi dan kelestarian lingkungan. Pada dasarnya, kebijakan berkelanjutan adalah yang memprioritaskan kesejahteraan masyarakat kecil sangatlah penting dalam pencapaian kesejahteraan sosial-ekonomi bagi seluruh penduduk Indonesia.


A.    TANGGAPAN DAN EFEKTIVITAS PROGRAM

​Untuk menilai suatu program, penting untuk melihat sejauh mana program tersebut berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta dampak yang ditimbulkannya. Tanggapan terhadap pelaksanaan program ini mencerminkan bagaimana berbagai pihak, baik peserta maupun pihak terkait lainnya, merasakan manfaat serta tantangan yang ada. Selain itu, efektivitas program menjadi tolok ukur utama untuk menentukan apakah program tersebut dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan harapan. Dalam bagian ini, kami akan membahas beberapa tanggapan yang muncul serta mengevaluasi sejauh mana program ini telah berhasil dilaksanakan, baik dari segi tujuan yang tercapai maupun dampak yang dihasilkan.

​Dalam kurang lebih setengah tahun masa jabatan Prabowo Gibran, program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Berdasarkan survei dari Center of Economic and Law Studies (Celios), sebanyak 59% masyarakat tidak setuju dengan adanya program ini. Persentase yang tinggi ini mengindikasikan adanya keraguan masyarakat mengenai efektivitas, keberlanjutan, dan pengelolaan program tersebut. Namun, di lain sisi sebanyak 21% masyarakat setuju  dengan program ini. Komunitas ini tentu telah melihat manfaat dari program ini, khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu. Sementara itu, 20% masyarakat memilih untuk tidak memberikan pendapat tentang program ini (Iswenda, 2025.  

​Survei di atas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak setuju dengan adanya program ini. Menurut survei yang dilakukan oleh Center of Economic and Law (Celios), kekhawatiran utama masyarakat terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah penyaluran yang tidak efisien dengan persentase 46%. Masyarakat memiliki keraguan mekanisme distribusi dari program ini. Misalnya, adanya potensi masalah dalam hal logistik atau ketidaksesuaian antara kebutuhan dan distribusi makanan di lapangan. Selain itu, 37% masyarakat mengkhawatirkan adanya tindak korupsi dalam program ini. Alasan ini sangat relevan mengingat korupsi bukanlah hal yang tabu bagi Indonesia. Ditambah dengan anggaran yang sangat besar, tentu akan menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan tindak korupsi yang memungkinkan untuk terjadi. Perhatian selanjutnya tertuju pada kualitas makanan yang disediakan dengan persentase sebesar 14%. Meskipun nama dari program ini adalah Makan Bergizi Gratis, kekhawatiran akan gizi dan kebersihan makanan menjadi salah satu perhatian bagi masyarakat. Sementara 3% masyarakat lainnya mengusungkan kekhawatiran biaya implementasi program ini. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak berfokus pada jumlah anggaran yang dikeluarkan. Melainkan terfokus pada implikasi dan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) (Iswenda, 2025).  

​Selain program Makan Bergizi Gratis (MBG), pemerintah juga mengeluarkan kebijakan PPN 12% yang ditetapkan pada tanggal 1 Januari 2025 lalu. Kebijakan ini diberlakukan karena merupakan sebuah amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan  Perpajakan. Namun, pemerintah mengecualikan barang kebutuhan pokok, layanan kesehatan, dan Pendidikan dalam PPN 12% ini (Indonesia, 2025). 

​Pemberlakuan PPN 12% hanya dikenakan pada barang dan jasa mewah seperti kendaraan bermotor, rumah mewah, kapal pesiar, dan pesawat terbang. Pemberlakuan ini mendapat banyak tanggapan beragam dari masyarakat. Kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dan menengah umumnya tidak terpengaruh langsung karena kebutuhan pokok tetap bebas PPN. Namun, kelompok masyarakat yang lebih mampu, merasa keberatan dengan kenaikan ini. Meskipun mereka menyadari bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi ketimpangan ekonomi.

​Di sisi lain, beberapa kalangan menilai bahwa penerapan PPN 12% dapat menjadi Langkah positif dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih progresif dan adil. Peningkatan tarif ini diyakini dapat membantu menambah pendapatan negara yang pada gilirannya dapat digunakan untuk mendanai program-program sosial dan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat luas (Firmansyah, 2025).

​Program lainnya yang cukup menarik perhatian adalah Swasembada Pangan. Program ini bertujuan untuk mencapai kemandirian pangan nasional. Program ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada impor pangan dan stabilisasi harga pangan di pasar domestik. Program ini juga mendapatkan tanggapan yang beragam dari masyarakat. Masyarakat petani di beberapa daerah mengungkapkan bahwa meskipun mereka mendukung program ini, mereka menghadapi kesulitan dalam mengakses teknologi pertanian yang lebih maju. Selain itu, sulitnya mendapatkan dukungan yang memadai dari pemerintah juga menjadi kesulitan bagi masyarakat petani. Misalnya seperti akses pasar yang lebih luas, peralatan, dan juga pelatihan. Sebagian besar petani kecil, merasa terpinggirkan karena kesulitan dalam bersaing dengan para petani besar atau korporasi pertanian yang lebih memiliki akses modal (Hutagaol, 2024).

​Namun di sisi positif, beberapa daerah yang telah berhasil mengimplementasikan program swasembada pangan mulai menunjukkan hasil yang signifikan. Peningkatan hasil pertanian dan pengurangan ketergantungan pada impor telah terjadi di sebagian daerah. Program ini berpotensi untuk menciptakan lapangan pekerjaan di sektor pertanian seiring bertambahnya jumlah permintaan. Selain itu, program ini juga dapat memperbaiki kesejahteraan petani jika dilakukan dengan perencanaan dan dukungan yang lebih efektif.  

 

 

B.    TANTANGAN YANG DIHADAPI

​Mencapai sebuah tujuan program tentunya selalu dibersamai oleh tantangan. Tantangan tidak pernah luput dari program-program ekonomi dan kebijakan pemerintah yang akan diberlakukan. Termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), Pengenaan PPN 12 %, dan Swasembada Pangan.

​Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki beberapa tantangan dalam pelaksanaanya. Ketersediaan dan distribusi bahan pangan bergizi menjadi salah satu tantangannya. Melihat standar gizi dan kebersihan makanan menjadi hal yang cukup disorot oleh masyarakat. Tentunya hal ini menjadi tantangan bagi program Makan Bergizi gratis (MBG) terutama di daerah terpencil. Masalah distribusi pangan yang tidak merata dapat menyebabkan kesulitan dalam menyediakan bahan makanan yang memenuhi standar gizi di setiap wilayah. Selain itu, pendanaan yang besar juga menjadi tantangan dalam pendistribusian program  secara merata ke seluruh daerah Indonesia. Mulai dari bahan pangan berkualitas, fasilitas dapur serta penyajian makanan yang memadai, dan lain-lain. dengan adanya pendanaan yang besar dalam program ini, sustainabilitas program harus dalam perencanaan yang matang agar tidak berhenti di tengah jalan.

​Pengenaan PPN 12% memiliki tujuan yang baik untuk peningkatan pendanaan negara. Namun, dalam pelaksanaanya kebijakan ini menemui beberapa tantangan yang harus dihadapi. Dengan adanya kenaikan PPN menjadi 12% ini, daya beli masyarakat akan menurun karena inflasi yang telah ada. Terutama bagi masyarakat yang berada pada kelompok ekonomi menengah ke bawah. Mereka harus lebih selektif dalam membelanjakan barang kebutuhan dan keinginan. Selain itu, kenaikan ini juga berpotensi mendorong praktik  penghindaran pajak atau disebut shadow economy. Tercatat dalam berbagai penelitian shadow economy Indonesia diperkirakan mencapai 21%-23% dari PDB. Dengan persentase ini, diperkirakan ada potensi transaksi sebesar RP3.990 triliun yang tidak tercatat dan tidak dikenakan pajak. Kenaikan PPN menjadi 12% ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar semua masyarakat dapat memahami sebab dari naiknya PPN 12%. Sosialisasi pada masyarakat juga menjadi tantangan bagi kebijakan baru ini. Jika sosialisasi berjalan tidak baik, maka ketidaktahuan masyarakat akan terus menjadi alasan mengapa tidak menjalankannya (ETC, 2024). 

​Dalam mewujudkan program Swasembada Pangan, Indonesia dihadapkan oleh beberapa tantangan yaitu, produksi pertanian yang stagnan lima tahun kebelakang, kualitas lahan, sumber daya manusia, alih fungsi lahan, perubahan iklim, dan irigasi. Petani dinilai mendapatkan kesejahteraan yang rendah sehingga jarang anak muda yang berkeinginan menjadi petani. Saat ini petani kekurangan regenerasi yang dapat membantu sekaligus meneruskan profesi mereka. Alih fungsi lahan juga menjadi salah satu kendala dalam mewujudkan program ini. Dikutip dari frogs.id, setiap tahunnya ada sekitar 100.000-110.000 hektar lahan pertanian yang dialihfungsikan, baik  untuk pembangunan atau faktor lainnya. Hal ini tentu dapat menghambat perwujudan dari program ini. Selain itu, perubahan iklim seperti kekeringan, atau bahkan badai juga menjadi ancaman bagi keberlangsungan pertanian. Akibatnya ketersediaan air pun ikut terganggu di beberapa daerah. Hal ini dapat menjadi kendala dalam meningkatkan produktivitas pertanian (Indonesia, 2025).


C.    DAMPAK BAGI MASYARAKAT.

​Program serta kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah pastinya menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyaknya janji yang dikatakan, tidak hanya sekedar omon omon “katanya” tetapi langkah pasti dari pemerintah dalam menjalankan tugasnya menuju Indonesia Emas. Makan Bergizi Gratis, program yang dilabeli dengan kata bergizi ini menjadi primadona dan telah mengikat berbagai kalangan masyarakat terutama siswa yang menjadi target dalam program ini. Program ini memiliki dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari kesehatan anak-anak hingga dampak ekonomi bagi pelaku usaha lokal.

  1. Asupan Gizi yang terpenuhi. Salah satu manfaat utama dari program ini adalah peningkatan kesehatan anak-anak dan upaya penurunan angka stunting. Dengan angka stunting nasional yang masih cukup tinggi, yaitu mencapai 21,5% pada anak-anak di bawah lima tahun, pemerintah berharap bahwa program ini dapat berkontribusi dalam menekan angka tersebut. Menurut laporan Associated Press, program ini juga mencakup ibu hamil sebagai penerima manfaat guna memastikan bahwa sejak dalam kandungan, anak-anak mendapatkan asupan gizi yang cukup. "Indonesia meluncurkan program makan gratis untuk memberi makan anak-anak dan ibu hamil guna memerangi malnutrisi," tulis AP News dalam laporannya.
  2. Antusiasme Masyarakat. Adapun antusias yang diperlihatkan oleh siswa memberikan dampak positif yang dinilai berkelanjutan untuk kehadiran siswa.“Kami sangat bersyukur atas program ini. Anak-anak begitu antusias setiap kali jam makan tiba, dan kami melihat perubahan besar dalam semangat belajar mereka. Mereka lebih fokus di kelas, lebih aktif bertanya, dan lebih ceria sepanjang hari. Harapan kami, program ini terus berlanjut, bahkan jika memungkinkan, diberikan tambahan seperti susu untuk melengkapi asupan gizi mereka,”ujar seorang kepala sekolah. Tidak hanya para siswa yang menuai antusias tetapi para guru dan juga orang tua siswa yang turut antusias dalam program ini. Mereka melihat terjalannya program ini memberikan perubahan positif baru kepada generasi muda didalam maupun diluar pembelajaran. Dengan adanya Makan Bergizi Gratis diharapkan asupan gizi para siswa meningkat dan mengurangi masalah malnutrisi yang terjadi.
  3. Ekonomi. Secara ekonomi, program ini juga membantu memperkuat perekonomian desa. Anggaran sekitar Rp800 miliar per hari dialokasikan pemerintah untuk membeli bahan baku dari produsen dan petani daerah. Menurut Kompas, pertumbuhan ekonomi desa diharapkan dapat diuntungkan dengan peran serta koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai pemasok bahan baku utama. "Program makanan bergizi gratis ini diyakini dapat menstimulasi perekonomian desa dengan meningkatkan permintaan produk pertanian lokal," tulis Kompas dalam artikelnya.

            Selain itu, program ini juga membantu mengurangi beban ekonomi orang tua, terutama bagi mereka yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Dengan adanya program ini, orang tua tidak perlu lagi mengkhawatirkan biaya makan siang anak-anak mereka. Menurut laporan Kompas, sejumlah orang tua dan kepala sekolah menyatakan bahwa mereka berharap program ini dapat terus berlanjut karena memberikan dampak yang sangat positif. "Program ini sangat membantu dalam meringankan beban ekonomi keluarga, terutama bagi mereka yang kesulitan menyediakan makanan bergizi untuk anak-anak mereka setiap hari," ujar seorang kepala sekolah. Meskipun Program Makan Bergizi Gratis memiliki manfaat yang besar, terdapat beberapa dampak negatif yang perlu menjadi perhatian

  1. Peningkatan Limbah Makanan. Potensi meningkatnya limbah makanan di sekolah-sekolah jika tidak dikelola dengan baik . Tidak semua siswa terbiasa dengan menu yang disediakan, sehingga ada kemungkinan banyak makanan yang tidak dikonsumsi dan akhirnya terbuang. Menurut laporan Tempo, program ini dapat menimbulkan limbah makanan dalam jumlah besar jika tidak ada pengelolaan yang tepat. "Badan Gizi mengakui bahwa program makan bergizi gratis akan menimbulkan limbah makanan di sekolah jika tidak ada mekanisme pengelolaan yang efektif," tulis Tempo dalam laporannya. Jika tidak dikontrol dengan baik, limbah makanan ini bisa menjadi masalah lingkungan yang serius, terutama di daerah perkotaan yang memiliki kapasitas pengelolaan sampah terbatas. Selain itu, limbah makanan juga mencerminkan inefisiensi dalam alokasi anggaran program yang seharusnya dapat dimanfaatkan lebih baik.
  2. Ketergantungan masyarakat pada pemerintah. Tidak menutup kemungkinan program ini meningkatkan ketergantungan masyarakat pada bantuan pemerintah. Jika tidak disertai dengan edukasi yang tepat mengenai gizi dan pola makan sehat, program ini bisa membuat siswa dan orang tua terlalu bergantung pada bantuan, tanpa memiliki inisiatif untuk memenuhi kebutuhan gizi secara mandiri. Menurut laporan Tempo.co, alokasi sebagian dana desa untuk mendukung program ini bisa berdampak negatif terhadap kemandirian masyarakat. "Dampak berikutnya, kebijakan semacam itu akan mematikan kemandirian masyarakat karena membuat warga bergantung pada bantuan pemerintah," tulis Tempo.co. (Tempo.co) Jika program ini tidak disertai dengan strategi pemberdayaan masyarakat, maka dalam jangka panjang, masyarakat mungkin akan lebih memilih menunggu bantuan dibandingkan berupaya secara mandiri untuk mencukupi kebutuhan gizi anak-anak mereka.

​Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen membawa berbagai dampak bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia.

  1. Penurunan daya beli Masyarakat. Kenaikan PPN berpotensi meningkatkan harga barang dan jasa, yang bisa mengurangi daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyebutkan bahwa kelompok dengan penghasilan tetap akan lebih terdampak karena keterbatasan mereka dalam menyesuaikan pengeluaran. "Kenaikan PPN lebih dirasakan oleh mereka yang mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk konsumsi," jelas Faisal Banyak ekonom memperkirakan kebijakan ini akan memicu inflasi. Bhima Yudhistira dari Celios memprediksi inflasi bisa mencapai 4,1% pada 2025 akibat kenaikan harga barang dan jasa. "Peningkatan harga di seluruh sektor ekonomi akan berimbas pada masyarakat luas," ujar Bhima kepada CNN Indonesia. Namun, Bank Indonesia menilai dampaknya hanya sementara. "Kenaikan PPN sudah diperhitungkan dalam kebijakan moneter, sehingga efeknya terhadap inflasi relatif terkendali," kata Gubernur BI Perry Warjiyo
  2. Peningkatan Penerimaan Negara. Selain untuk pembangunan, penerimaan pajak yang lebih tinggi juga dapat digunakan untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional. "Kita perlu mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri dengan mengoptimalkan penerimaan dalam negeri," tambah Sri Mulyani. Dengan penerimaan pajak yang meningkat, pemerintah dapat lebih fleksibel dalam mengalokasikan anggaran untuk berbagai sektor yang membutuhkan perhatian, seperti subsidi energi, ketahanan pangan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program perlindungan sosial. Di samping itu, dana tambahan dari pajak juga bisa digunakan untuk memperbaiki sistem layanan publik yang lebih inklusif dan efisien. "Kami ingin memastikan bahwa setiap rupiah yang diperoleh dari pajak digunakan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat," ujar seorang pejabat Kementerian Keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan PPN juga diarahkan untuk jangka panjang, guna membangun struktur ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.
  3. Stabilitas Fisikal. Menurut data Kementerian Keuangan, rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Dengan menaikkan tarif PPN, pemerintah berharap dapat meningkatkan rasio pajak terhadap PDB sehingga ketahanan fiskal menjadi lebih kuat. "Negara-negara yang memiliki rasio pajak tinggi cenderung lebih stabil dalam menghadapi krisis ekonomi global," kata Bhima Yudhistira, Direktur Celios, dalam wawancaranya dengan Kompas Dengan adanya peningkatan pemasukan dari sektor pajak, stabilitas fiskal Indonesia dapat lebih terjaga. Hal ini penting terutama dalam menghadapi gejolak ekonomi global yang kerap kali berdampak pada neraca keuangan negara. "Kebijakan ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat ketahanan fiskal dalam jangka panjang," jelas Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo. Selain itu, dengan meningkatnya penerimaan pajak, pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk memperkuat cadangan devisa serta membiayai program-program strategis seperti pengembangan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. "Tantangan terbesar adalah memastikan bahwa tambahan penerimaan ini benar-benar digunakan secara efektif dan tidak hanya menutup defisit belanja negara," ujar ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, dikutip dari CNBC Indonesia
  4. Beban tambahan bagi UMKM. Menurut laporan Bank Indonesia, UMKM menyumbang sekitar 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sehingga dampak dari kebijakan ini terhadap sektor tersebut dapat berimbas pada perekonomian secara keseluruhan. "Jika UMKM kesulitan bertahan akibat penurunan daya beli dan kenaikan biaya operasional, maka dampaknya bisa lebih luas terhadap tingkat pengangguran dan pertumbuhan ekonomi," kata Bhima Yudhistira, Direktur Celios, kepada CNN Indonesia  Program Swasembada Pangan merupakan program yang bertujuan untuk mencapai kemandirian pangan tanpa bergantung pada impor

Dampak positif

  1. Stabilitas harga pangan. Program swasembada pangan dirancang untuk meningkatkan produksi pangan dalam negeri secara berkelanjutan, dengan harapan pasokan di pasar domestik tetap terjaga stabilitasnya. Pasokan yang stabil akan berkontribusi pada kestabilan harga kebutuhan pokok seperti beras, jagung, dan kedelai. Selain itu, stabilitas harga ini juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memudahkan mereka dalam mengatur keuangan rumah tangga. Konsumsi masyarakat cenderung meningkat ketika harga pangan stabil, yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, petani memperoleh keuntungan dari permintaan pasar yang stabil, yang menguntungkan konsumen. Dengan demikian, stabilitas harga tidak hanya menguntungkan konsumen tetapi juga membantu keberlanjutan sektor pertanian nasional.

Dampak negatif

  1. Peningkatan Kebutuhan Pupuk dan Degradasi Lingkungan. Swasembada pangan menuntut peningkatan produksi secara signifikan yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan pupuk. Menurut kompas.id, kebutuhan pupuk nasional diproyeksikan meningkat hingga 16 juta ton. Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan dapat merusak kesuburan tanah dalam jangka panjang dan mengancam keberlanjutan pertanian. Selain itu, penggunaan pupuk kimia yang berlebihan mengganggu keseimbangan ekosistem tanah dan berpotensi mencemari sumber air di sekitarnya. Menurut mongabay.co.id, ahli ekologi tanah Siti Nurhayati dari Universitas Gadjah Mada mengatakan bahwa praktik penggunaan pupuk yang tidak terkendali akan mempercepat degradasi tanah dan mengancam hasil pertanian jangka panjang, karena residu pupuk kimia dapat mengalir ke sungai dan danau.
  1. Beban Anggaran Negara. Implementasi program ini membutuhkan alokasi anggaran yang besar, seperti pada program makanan gratis di sekolah-sekolah yang diperkirakan menelan biaya $28 miliar hingga 2029. apnews.com melaporkan bahwa pengeluaran ini berpotensi menambah beban utang negara jika tidak dikelola secara efisien. Selain itu, pengalokasian dana yang besar untuk sektor pangan juga berpotensi mengurangi porsi anggaran untuk sektor penting lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan. Menurut bisnis.com, pemerintah menghadapi dilema dalam menyeimbangkan kebutuhan anggaran di berbagai sektor. "Ketika anggaran tersedot untuk satu program besar, program-program lain yang tak kalah penting bisa mengalami penundaan atau pengurangan alokasi," ujar Arief Budiman, seorang ekonom nasional.

​Oleh karena itu, pengelolaan anggaran yang efektif dan transparansi penggunaan dana menjadi sangat penting. Dalam laporan detikfinance.com, disebutkan bahwa pengawasan berbasis teknologi digital telah diterapkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan anggaran dan memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

D.     KESIMPULAN DAN SARAN

  • Kesimpulan

​Dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, tiga kebijakan utama—Program Makan Bergizi Gratis (MBG), kenaikan PPN menjadi 12%, dan Swasembada Pangan—menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi. Namun, implementasinya menghadapi tantangan kompleks seperti distribusi tidak merata, risiko korupsi, penurunan daya beli masyarakat, degradasi lingkungan, dan ketergantungan anggaran. 

​Sebanyak 59% masyarakat tidak setuju dengan MBG karena khawatir akan inefisiensi, sementara kenaikan PPN berisiko memperburuk beban UMKM dan inflasi. Swasembada Pangan, meski berpotensi mengurangi impor, justru mengancam lingkungan dan belum menjawab kesenjangan akses petani terhadap teknologi. Ketiga kebijakan ini saling terkait, tetapi ketidakharmonisan pelaksanaannya berisiko memperdalam ketimpangan sosial-ekonomi dan kerusakan lingkungan.

  • Saran

​Untuk memaksimalkan manfaat kebijakan, pemerintah perlu memperkuat sistem distribusi MBG dengan melibatkan teknologi dan pemerintah daerah, serta meningkatkan transparansi anggaran melalui platform digital. Sosialisasi intensif tentang tujuan kenaikan PPN 12% harus dilakukan, disertai perlindungan UMKM melalui insentif dan pengawasan ketat terhadap praktik penghindaran pajak. Program Swasembada Pangan harus mengutamakan pertanian yang berkelanjutan, membatasi alih fungsi lahan, dan memberikan dukungan kepada petani kecil dengan akses pasar dan teknologi. Untuk mengoptimalkan integrasi kebijakan, misalnya, dana PPN harus dialokasikan untuk subsidi pupuk organik untuk mendukung swasembada. Selain itu, evaluasi menyeluruh yang dilakukan oleh tim independen dengan partisipasi publik dalam perencanaan kebijakan diperlukan untuk memastikan keberlanjutan, keadilan, dan transparansi. Strategi ini memungkinkan pemerintah untuk mengurangi risiko kebijakan sambil mempertahankan stabilitas ekonomi dan lingkungan untuk kepentingan masyarakat dalam jangka panjang.

 

“A nation's greatness is measured by how it treats its weakest members.”

“Kebesaran suatu bangsa diukur dari bagaimana ia memperlakukan anggotanya yang paling lemah.” 

– Mahatma Gandhi

 


REFERENSI

Aranditio, Stephanhs. (2024, Desember 10). Dikritik Dunia Internasional, Pemerintah Tegaskan “Food Estate” Jalan Terus. Kompas.id. https://www.kompas.id/artikel/food-estate-jalan-terus

ETC, A. (2024, Desember 16). Kenaikan PPN Menjadi 12%: Implikasi dan Tantangan. Diambil kembali dari expert-taxindonesia.com: https://expert-taxindonesia.com/kenaikan-ppn-menjadi-12-implikasi-dan-tantangan/

Firmansyah, C. F. (2025, Januari ). Dampak Kenaikan Pajak Pertambahan NIlai 12% Terhadap Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia. Diambil kembali dari sites.unnes.ac.id: https://sites.unnes.ac.id/kimefe/2025/01/dampak-kenaikan-pajak-pertambahan-nilai-12-terhadap-tingkat-konsumsi-masyarakat-indonesia/

Firmansyah, Catur Febri. (n.d). Dampak Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai 12% Terhadap Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia – KIME FEB UNNES. UNNES. https://sites.unnes.ac.id/kimefe/2025/01/dampak-kenaikan-pajak-pertambahan-nilai-12-terhadap-tingkat-konsumsi-masyarakat-indonesia/#:~:text=Kenaikan%20tarif%20Pajak%20Pertambahan%20Nilai,kelompok%20ekonomi%20menengah%20ke%20bawah

FWi. (2024, Desember 9). Indonesia Memperparah Krisis Iklim Akibat Food Estate Merauke. FWi. https://fwi.or.id/indonesia-perparah-krisis-iklim-akibat-food-estate/

Hutagaol, M. P. (2024, Oktober 9). Antara Swasembada, Ketahanan, dan Kedaulatan Pangan. Diambil kembali dari fem.ipb.ac.id: https://fem.ipb.ac.id/antara-swasembada-ketahanan-dan-kedaulatan-pangan/

indonesia, f. (2025, Januari 8). Swasembada Pangan 2025: Tantangan untuk Ketahanan Pangan Indonesia. Diambil kembali dari frogs.id: https://frogs.id/2025/01/08/tantangan-swasembada-pangan

Indonesia, K. K. (2025, Januari 2). Presiden Prabowo Subianto Tegaskan Pemberlakuan PPN 12% Hanya Dikenakan Terhadap Barang dan Jasa Mewah. Diambil kembali dari ekon.go.id: https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/6122/presiden-prabowo-subianto-tegaskan-pemberlakuan-ppn-12-hanya-dikenakan-terhadap-barang-dan-jasa-mewah#:~:text=Bertempat%20di%20Gedung%20Kementerian%20Keuangan,berlaku%20pada%201%20Januari%202025

Iswenda, B. A. (2025, Januari 5). Banyak yang Tak Setuju dengan Program Makan Bergizi Gratis, Apa yang Dikhawatirkan Masyarakat? Diambil kembali dari goodstats.id: https://goodstats.id/article/banyak-yang-tidak-setuju-deHutagaol, M. P. (2024, Oktober 9). Antara Swasembada, Ketahanan, dan Kedaulatan Pangan. Diambil kembali dari fem.ipb.ac.id: https://fem.ipb.ac.id/antara-swasembada-ketahanan-dan-kedaulatan-pangan/

indonesia, f. (2025, Januari 8). Swasembada Pangan 2025: Tantangan untuk Ketahanan Pangan Indonesia. Diambil kembali dari frogs.id: https://frogs.id/2025/01/08/tantangan-swasembada-pangan

Indonesia, K. K. (2025, Januari 2). Presiden Prabowo Subianto Tegaskan Pemberlakuan PPN 12% Hanya Dikenakan Terhadap Barang dan Jasa Mewah. Diambil kembali dari ekon.go.id: https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/6122/presiden-prabowo-subianto-tegaskan-pemberlakuan-ppn-12-hanya-dikenakan-terhadap-barang-dan-jasa-mewah#:~:text=Bertempat%20di%20Gedung%20Kementerian%20Keuangan,berlaku%20pada%201%20Januari%202025

Iswenda, B. A. (2025, Januari 5). Banyak yang Tak Setuju dengan Program Makan Bergizi Gratis, Apa yang Dikhawatirkan Masyarakat? Diangan-program-makan-bergizi-gratis-apa-yang-dikhawatirkan-mayarakat-5rBUx#:~:text=Selain%20itu%2C%20sebanyak%2037%25%20masyarakat,Satu%2Dsatunya%20Cara%20Cegah%20Stunting

Koestriyaningrum, Nabila Rahadatul Aisy. (2024, Desember 31). Kenaikan PPN 12 Persen untuk Perekonomian yang Berkelanjutan. ITS. https://www.its.ac.id/news/2024/12/31/kenaikan-ppn-12-persen-untuk-perekonomian-yang-berkelanjutan/#:~:text=Kampus%20ITS%2C%20Opini%20%E2%80%94%20Pemerintah%20berencana,APBN

Latif, A., Maheswara, A.G., & Fitriyani, E. (2024, Desember 17). Populer: Makan Bergizi Gratis Bikin PPN Naik 12 Persen; Kereta Cepat Bermasalah. Kumparan.com.  https://m.kumparan.com/kumparanbisnis/populer-makan-bergizi-gratis-bikin-ppn-naik-12-persen-kereta-cepat-bermasalah-247WI1jf1bS/full?utm_source=amp

Memolo, T. (2025, Januari 17). Mengatasi Kekurangan dalam Program Makan Bergizi Gratis. Detik.com. https://news.detik.com/kolom/d-7733919/mengatasi-kekurangan-dalam-program-makan-bergizi-gratis

Nurrohman, Ghefira Nashahu. (2024, Desember 11). Kebijakan Makan Siang Gratis, langkah cerdas atau Beban untuk Stabilitas Fiskal. Indo Jaya News.  https://www.indojayanews.com/opini/kebijakan-makan-siang-gratis-langkah-cerdas-atau-beban-untuk-stabilitas-fisikal

Octania, Rulita. (2025, Januari 13). Dilema Program Makan Siang Gratis dari Pemerintah. SMAN 1 Giri. https://sman1giri.digital-school.id/read/dilema-program-makan-siang-gratis-dari-pemerintah?utm_source=chatgpt.com

Risdianto, A. N., Jotham, F.M., & Nurdin. (2024). Analisis Implementasi Kebijakan “Food Estate” Dalam Upaya Perlindungan Keberlanjutan Lahan Pertanian Dan Ketahanan Pangan Di Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Kajian Agraria dan Kedaulatan Pangan, 3(1) (2024): 50-59. DOI: 10.32734/jkakp.v3i1.14748

Tempodotco. (2025, Januari 18). Harga Pangan Terus Meroket, Swasembada Tercapai?! | Jelasin Dong! [Video]. YouTube. https://youtu.be/xPzL23mcx0s?si=1cDmkW7CAREBW2Xk

WALHI. (2024, Oktober 24). Hari Pangan Sedunia: Terbukti Panen Masalah, Food Estate Tidak Menjawab Pemenuhan atas Pangan Rakyat. WALHI. https://www.walhi.or.id/hari-pangan-sedunia-terbukti-panen-masalah-food-estate-tidak-menjawab-pemenuhan-atas-pangan-rakyat#:~:text=Proyek%20Food%20Estate%2C%20yang%20diklaim,ketergantungan%20Indonesia%20pada%20impor%20pangan

Sign in to leave a comment
Menyongsong Generasi Sehat: Lawan Stunting dengan Optimalisasi Gizi Seimbang pada 1000 Hari Pertama Kehidupan