Hari Menentang Perundungan: Membentuk Generasi Emas Tanpa Perundungan Melalui Program Roots

Penulis: 

Atika Faradillah (Administrasi Bisnis) 

Devi Triana (Ilmu Komunikasi) 

Ophioci Fuerte Lambu (Pembangunan Sosial)


LATAR BELAKANG 

​Indonesia menempati posisi tertinggi di ASEAN sebagai negara yang memiliki kasus perundungan di sekolah, yakni mencapai 84%. Skor tersebut kemudian dilanjutkan oleh Nepal dan Vietnam sebesar 79%, Kamboja 73%, dan Pakistan 43%. Tentu saja mendapatkan skor yang tinggi dalam perundungan bukanlah prestasi yang baik, di Indonesia sendiri kasus perundungan masih menjadi masalah serius hingga hari ini. Perundungan adalah tindakan kekerasan yang bisa mengganggu psikologi seseorang, tindakan perundungan tidak hanya menyakiti fisik tetapi juga akan merusak mental korban dan menyebabkan trauma yang mendalam, yang bisa saja akan dirasakan korban seumur hidup jika tidak mendapat penanganan lebih lanjut. Perilaku perundungan memang lebih banyak terjadi di usia sekolah, hal ini karena mereka masih ada di fase remaja yang dimana pemikiran mereka masih labil dan sembrono dalam bertindak. Mereka berpikir bahwa melakukan perundungan merupakan sesuatu yang keren dan akan merasa diakui kehebatannya karena semua akan merasa takut dan tunduk kepada mereka. Perilaku perundungan sendiri dibagi menjadi 3 jenis, yaitu perundungan fisik, verbal dan mental. Perundungan fisik ialah segala sesuatu perilaku menyakiti seseorang seperti memukul, menginjak, menampar, dan sebagainya; Perundungan verbal, yaitu tindakan melalui ucapan yang membuat korban tidak nyaman seperti menggunakan kata-kata kasar, memfitnah, mengejek bagian tubuh seseorang dan sebagainnya; Perundungan mental bisa berbentuk sesuatu yang tidak terlihat oleh mata dan tidak terdengar oleh telinga seperti memberikan tatapan mengancam atau meremehkan, serta bisa juga melakukan teror melalui sosial media. Istilah perundungan juga bisa diartikan atau merujuk pada sebuah perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berkali-kali terhadap seseorang atau sekelompok orang lainnya yang lebih lemah dengan memiliki tujuan untuk menyakiti korbannya baik secara fisik atau mental. Selain faktor-faktor yang sudah dijelaskan di atas, seseorang bisa melakukan perundungan juga karena ada beberapa faktor lainnya. Salah satunya

​yaitu ketidakseimbangan antara perundung dengan korbannya, hal ini bisa merujuk pada perbedaan ukuran badan, kondisi fisik, cara berkomunikasi, gender, status sosial, serta faktor individu dan keluarga. Faktor individu sendiri bisa terjadi karena perundung pernah menjadi korban dari perundungan itu sendiri sehingga ingin membalas dendam namun dengan cara merundung orang yang lebih lemah darinya, sedangkan faktor keluarga bisa terjadi karena kurangnya perhatian dan kontrol dari orang tua sehingga mereka mencari pengakuan atau perhatian dengan cara merundung orang lain.

​Oleh karena itu, perlu adanya pembinaan sejak dini untuk mencegah maraknya terjadi perundungan. Pemerintah perlu menyadari bahwa perilaku perundungan akan sangat merugikan negara, karena dapat merusak mental para calon penerus generasi emas di Indonesia. Selain perlu adanya pembinaan dari pemerintah, kita juga harus sadar dan lebih terbuka lagi terhadap isu-isu atau kasus perundungan yang terjadi, jangan sampai kita menyepelekan bahkan abai terhadap perundungan yang terjadi hanya karena yang melakukan adalah anak kecil, hal tersebut sangat memungkinkan menjadi sebuah bibit yang akan tumbuh dan berakar di kemudian hari. Dukungan dari keluarga pun sangat perlu dengan memberikan perhatian yang cukup dan mengontrol perilaku seorang anak, serta dengan tambahan pembinaan yang mumpuni diharapkan akan menciptakan karakter anak yang baik, yang mampu menjadi agen perubahan (Agent Of Change) demi membentuk generasi emas Indonesia tanpa perundungan.

A. SEJARAH TERBENTUKNYA HARI MENENTANG PERUNDUNGAN INTERNASIONAL

​Pada bulan Februari 2008, untuk pertama kalinya Hari Menentang Perundungan diadakan. Sebanyak 236 sekolah, tempat kerja dan organisasi yang mewakili lebih dari 125.000 siswa dan staf mendaftar untuk mengambil sikap tegas menentang perundungan dengan menandatangani dan mengenakan kaos khusus berwarna merah muda. Kaos merah  muda digunakan sebagai lambang untuk menunjukkan sikap tegas melawan perundungan dan menunjukkan ketidaksenangan terhadap perundungan dan memberikan dukungan kepada para korban.

​Pada awalnya ini merupakan aksi protes dari dua orang siswa kelas 12 di Nova Scotia, yaitu Travis Price dan David Shepherd. Mereka membuat sebuah aksi protes karena salah satu teman sekelas mereka diejek hanya karena menggunakan kemeja berwarna merah muda. Dalam melakukan Aksi protes ini, Travis dan David memiliki ide kreatif dengan membeli 50 kemeja berwarna merah muda yang murah dari toko, lalu mengirimkan sebuah email kepada teman-teman sekelasnya untuk menggunakan kemeja merah muda tersebut bersama-sama keesokan harinya, hal tersebut dilakukan mereka untuk membuat sebuah “lautan warna merah muda” untuk memberi semangat kepada teman mereka yang diintimidasi. Ternyata aksi ini tidak hanya dilakukan oleh teman-teman sekelas Travis dan David yang datang ke sekolah menggunakan pakaian merah muda, tetapi banyak siswa-siswa dari kelas lainnya juga menggunakan pakaian merah muda milik mereka sendiri.

​Tindakan aksi protes Travis dan David ini mendapatkan respons yang sangat positif. Mereka tidak hanya mendapat perhatian di Kanada tetapi tindakan mereka ini menjadi viral di berbagai negara di seluruh dunia. Hingga aksi ini diadaptasi menjadi peringatan “Hari Menentang Perundungan Internasional”. Aksi ini tetap dilakukan hingga sekarang di 25 negara di seluruh dunia. Sekarang aksi ini dilaksanakan pada hari Jumat ketiga di bulan November, bertepatan dengan minggu Anti-bullying, dan pada hari Jumat terakhir di bulan Februari. Hal ini adalah cara non-konfrontatif untuk melawan para perundung dan memberikan semangat kepada korban perundungan.

​Di Masa sekarang, kita dapat memperingati Hari Menentang Perundungan dengan cara mengenakan pakaian warna merah muda serta mengunggahnya di sosial media. Dengan mengenakan baju berwarna merah muda, hal ini menunjukkan sebuah dukungan untuk para korban perundungan. Selain itu, dengan mengunggahnya di sosial media bisa lebih banyak orang yang sadar dan peduli tentang Hari Menentang Perundungan ini. Saat mengunggah di sosial media kita bisa menambahkan nomor  telepon bantuan dan langkah-langkah hukum yang dapat digunakkan korban untuk melawan pelaku perundungan.

B. DAMPAK DARI PERUNDUNGAN

​Seorang remaja yang sering menjadi korban perilaku perundungan mungkin mengalami perubahan emosi yang tidak stabil dan keraguan dirinya meningkat secara signifikan. Selain itu dampak dari perilaku perundungan terhadap kesehatan mental korban juga dapat menyebabkan mereka lebih mudah tersentuh dan marah serta selalu merasa takut saat berinteraksi dengan orang lain. Remaja yang menjadi sasaran bullying mungkin merasakan kegelisahan, kesepian yang konstan, ancaman terhadap kesehatan mental dan emosionalnya serta bisa saja mengalami depresi jika terus-menerus di-rundung. Pengaruh buruk dari aksi perundungan dapat membuat remaja merasa tidak diinginkan oleh lingkungan sekitarnya. Dalam situasi pemahaman, kita perlu memperhatikan dua aspek yang berbeda, yaitu pelaku dan orang yang menjadi korban. Pengaruh dari tindakan perundungan akan terasa oleh kedua belah pihak baik pelaku maupun korban, tetapi yang sering diperhatikan adalah korban karena dampak yang dialami korban jauh lebih signifikan dibandingkan dengan pelaku, seperti masalah kesehatan mental yang buruk, depresi, kecemasan, takut terhadap orang lain penurunan prestasi fisik dan lain sebagainya.  

​Dampak dari tindakan perundungan dapat dirasakan oleh korban, pelaku, serta oleh orang yang menyaksikannya juga. Perilaku buruk yang dimiliki oleh pelaku bisa semakin berkembang dengan adanya tindakan tersebut. Mereka bisa menjadi lebih agresif dan merasa sangat kuat serta sulit untuk menghargai orang lain, dan juga sering kali memaksa keinginan orang lain. Mereka juga bisa menjadi pemberontak dan bahkan  bisa terjerumus ke dalam dunia narkoba. Sedangkan bagi korban, akan merasakan dampak seperti gangguan mental dan fisik. Selain itu juga semangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari menurun, performansi akademis turun, dan takut untuk bersosialisasi. Begitu juga bagi orang yang menyaksikan perilaku perundungan tersebut, akan muncul perasaan bersalah karena belum dapat membantu korban sekaligus merasakan sakit seperti yang dialami oleh korban serta ketakutan jika suatu saat dirinya sendiri yang akan menjadi korban perundungan ataupun malah meniru perilaku perundungan tersebut.

C. UPAYA INOVATIF MENCEGAH PERUNDUNGAN DENGAN PROGRAM ROOTS

  ​Maraknya perundungan yang terjadi di Indonesia serta berbagai dampak negatif yang ditimbulkan membuat perilaku ini memerlukan perhatian khusus bagi banyak orang. Berbagai solusi terus dilakukan untuk mengatasi perilaku perundungan ini, salah satunya dalam Program Roots, yang merupakan sebuah program bertujuan untuk mencegah perilaku perundungan dan membangun lingkungan sekolah yang aman dan nyaman dengan melibatkan siswa sebagai agen perubahan (Agent Of Change). Program Roots dikembangkan oleh UNICEF Indonesia bersama Pemerintah Indonesia, praktisi pendidikan, akademisi, dan perlindungan anak. Kata “Roots” sendiri merupakan singkatan dari “Respect, Observance, Outreach, Togetherness, and Support,” yang memiliki makna sebuah usaha dalam membangun budaya saling menghormati antar siswa dengan meningkatkan kesadaran akan dampak negatif perundungan bagi seluruh komunitas sekolah melalui pendekatan inklusif yang melibatkan semua pihak dengan harapan dapat menciptakan lingkungan sekolah yang positif.

​Program Roots terdiri atas lima tahapan, diantaranya; 1) survei awal; 2) pemilihan agen perubahan; 3) pelatihan agen perubahan; 4) kampanye anti bullying; 5) evaluasi program (Montero-Carretero et al., 2021). Pada tahap awal yaitu dilakukannya survei kepada siswa siswi dan para guru secara anonim agar identitas responden tetap terjaga kerahasiaannya. Survei berisi pertanyaan mengenai pernahkah mereka menjadi korban perundungan, pernahkah mereka melakukan suatu perundungan, apa yang akan dilakukan ketika melihat perilaku perundungan, dan sebagainya. Tahapan kedua yaitu pemilihan agen perubahan yang didasari pada jejaring sosial para siswa. Para peserta didik akan diminta untuk menuliskan 10 nama teman terdekat mereka, tujuannya untuk mengetahui siswa yang paling berpengaruh oleh siswa lainnya. Lalu, akan dipilih sekitar 40 orang yang akan menjadi agen perubahan di tiap sekolah. Pada tahap ketiga, para agen perubahan yang terpilih akan menjalani pelatihan dengan total selama 15 kali atau satu kali dalam seminggu selama satu semester. Pelatihan ini berisikan materi seputar perundungan yang akan dibantu oleh fasilitator yaitu dari para guru ataupun pembina ekstrakurikuler di sekolah yang dipercayai oleh para agen perubahan itu sendiri. Tahapan selanjutnya atau yang keempat yaitu melakukan kampanye anti perundungan berdasarkan permasalahan yang ada di sekolah, kampanye ini meliputi kegiatan membuat poster untuk menyebarkan pesan mengenai bahayanya perundungan, menyusun rencana kerja dalam melawan perundungan, menampilkan pertunjukkan seni yang mengandung pesan bahayanya perundungan, serta mencontohkan berbagai perilaku positif untuk mengubah perilaku negatif yang ada di sekolah. Tahapan terakhir pada program ini ialah melakukan evaluasi setelah berjalannya kegiatan. Jika kasus perundungan menurun, maka dapat dikatakan program ini berhasil. Namun, bila masih banyak yang mengadukan kasus perundungan maka akan dinilai bahwa masih banyak peserta didik yang belum sadar dan peduli terhadap isu ini.

​Sejauh ini, Program Roots telah menjangkau sekitar 33.777 satuan pendidikan di 509 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan informasi tahun 2024. Dalam penyelenggaraan Roots Day National yang diselenggarakan oleh Kemdikbutristek pada tahun 2024 di Jakarta, Muhammad Adlin Sila selaku Staf Ahli Mendikbutristek menyatakan bahwa Program Roots telah memberdayakan sebanyak 173.240 agen perubahan dari kalangan siswa yang berperan aktif. Lalu di tahun 2022 dalam Survei U-Report juga telah menunjukkan angka sebesar 42% peserta didik yang merasakan dampak positif program ini dan sebesar 32% yang melaporkan kasus perundungan di sekolah mereka menurun. Dari persentase tersebut tentu sangat diharapkan akan menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain yang ada di seluruh Indonesia untuk terus berpartisipasi aktif dalam membangun dan menciptakan lingkungan sekolah yang positif bagi seluruh pihak di sekolah terutama bagi para siswa siswi yang akan berkontribusi membawa perubahan baik dan menjadi generasi emas Indonesia di masa mendatang.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

●  Kesimpulan

​Perundungan merupakan masalah serius yang kerap kali dihadapi oleh para remaja, terutama di Indonesia. Kasus perundungan yang terjadi di Indonesia mencapai 84% dan menjadi negara dengan persentase tertinggi di ASEAN. Perundungan adalah tindakan yang sangat merugikan apalagi terhadap korban yang dapat menyebabkan gangguan mental, tidak percaya diri, dan menimbulkan sifat takut untuk bersosialisasi.

​Dalam mengatasi perundungan diperlukannya inovasi dan kolaboratif. Salah satu contoh upaya yang dapat dipelajari ialah Program ROOTS, yang telah dikembangkan oleh UNICEF Indonesia bersama dengan Pemerintah Indonesia. Program ROOTS ini bertujuan agar dapat mencegah Perundungan dan dapat mengurangi jumlah korban perundungan agar tidak terus meningkat.

​Program Roots telah memperlihatkan hasil positif yang signifikan, dengan adanya penurunan kasus perundungan di beberapa sekolah yang telah melaksanakan program Roots ini. Program Roots telah menjangkau 33.777 satuan pendidikan di 509 kabupaten/kota di 38 provinsi yang ada di Indonesia. Dengan begitu, program Roots dapat dapat dijadikan contoh upaya inovatif dan efektif dalam mengatasi perundungan di Indonesia.

●  Saran

​Dalam meningkatkan efektifitas dari Program Roots, hal yang bisa dilakukan ialah dengan melakukan pemantauan berdasarkan survei dan evaluasi lanjutan agar dapat mengidentifikasi aspek-aspek yang mesti ditingkatkan serta memberikan dampak jangka panjang yang positif dalam implementasinya. Selanjutnya, perluasan jangkauan sekolah juga sangat penting untuk dilakukan agar semakin banyak siswa yang dapat merasakan manfaat dari program ini. Tidak hanya itu, modul digital juga dapat diterapkan bagi sekolah yang ingin mengimplementasikan program ini secara mandiri. Modul digital ini juga memudahkan siswa untuk mengakses materi dimana saja dan kapan saja saat mereka membutuhkannya, benefit lainnya yaitu dengan adanya modul digital akan membuat alokasi sumber daya dan biaya dapat menjadi lebih efisien untuk digunakan dalam program anti perundungan ini.

 

Bullying is a horrible thing. It sticks with you forever. It poisons you. But only if you let it.”

“Perundungan adalah sesuatu yang mengerikan. Itu bisa melekat dalam dirimu selamanya. Itu bisa meracuni dirimu. Tapi hanya jika kamu membiarkannya.”

–  Heather Brewer

 


 REFERENSI

​Fadiah, D. A., Afifah, N. N., Fadillah, R. N., Effendi, R., & Fitria, R. (2023). PENGARUH PERUNDUNGAN TERHADAP GANGGUAN PSIKOLOGIS BAGI MAHASISWA. Jurnal Jendela Inovasi Daerah, 6(2), 29-45. https://doi.org/10.56354/jendelainovasi.v6i2.146

​Putri, D. A., Fitria, I. T. ., Wardani, M. S. ., Ikbal, M. ., & Wisma, N. . (2024). TREND PENELITIAN PERILAKU BULLYING DI INDONESIA. Cognitive: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 1(2), 18–30. https://doi.org/10.61743/cg.v1i2.43

​National Today. (n.d.). International Stand Up to Bullying Day. Retrieved February 24, 2025. Retrieved from https://nationaltoday.com/international-stand-up-to-bullying-day/

​Wibawana, W. A. (2025, Februari 24). Hari Internasional Menentang Perundungan: Sejarah dan Tujuan. Retrivied from https://news.detik.com/berita/d-7206874/hari-internasional-menentang-perundungan-sejarah-dan-tujuan

​Mufidah, H. B., & Rozakiyah, D. S. (2024). ROOTS SEBAGAI PROGRAM PENCEGAHAN PERUNDUNGAN DI MTS ASSALAM BANTUR. Jurnal Analisa Sosiologi, 13(3).

​Montero-Carretero, C., Roldan, A., Zandonai, T., & Cervelló, E. (2021). A-Judo: an innovative intervention programme to prevent bullying based on self-determination theory—a pilot study. Sustainability, 13(5), 2727.

​Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2024, Oktober 07). Peringatan Roots Day Nasional 2024: Langkah Nyata Pencegahan Perundungan di Sekolah. Retrivied from Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia

​BPMP Bengkulu. Rosyta Hataryta (2023, Agustus 21). Tindakan Pencegahan Perundungan di Sekolah demi Masa Depan Bangsa. Retrieved from Tindakan Pencegahan Perundungan di Sekolah demi Masa Depan Bangsa.

​Info Psikologi (2023, Agustus 11). Mengenal Program Roots beserta Contoh dan Tujuan Pengaplikasiannya. Retrieved from Mengenal Program Roots beserta Contoh dan Tujuan Pengaplikasiannya | kumparan.com.

​Dehan Nurdianti Pajri,  Rahmah Nazilah, Aanuro, Sonia Maharani, & Asrof Firdaus. (2024). DAMPAK PSIKOLOGIS AKIBAT TINDAKAN BULLYING PADA REMAJA TERHADAP KESEHATAN MENTAL. Jurnal Kaganga, Vol. 8  No. 1.

Sign in to leave a comment
Janji Politik vs Realitas: Mengurai Dilema pada Kepemimpinan Prabowo - Gibran