Child Abuse: Disfungsi Peran “Rumah” Dalam Kesejahteraan Hidup Anak

Penulis: Angelica Eiren Elyn ​Kailola

​Anak adalah harapan dan investasi yang menentukan berkualitasnya pembangunan bangsa di masa depan. Pentingnya perlindungan generasi muda dapat menjamin keberlangsungan suatu bangsa dan negara pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, kesejahteraan anak harus dilindungi dan diperhatikan agar dapat tumbuh secara optimal baik secara fisik maupun psikis, agar mampu menciptakan generasi emas yang berkompeten dan memiliki level kesejahteraan mental yang tinggi. Namun, melihat kondisi di Indonesia, bahwasanya kekerasan terhadap anak atau Child Abuse masih kian masif di tiap tahunnya dan perlu adanya pembahasan yang serius pada pemerintah dan pihak-pihak lainnya karena hilangnya kesejahteraan di dalam kehidupan anak pada lingkungan rumah tangga. Sangat disayangkan jika pihak yang menjadi pelaku Child Abuse adalah orang-orang yang seharusnya menjadi “Rumah” bagi mereka, yaitu keluarga.

​Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya, tentu orang tua berperan sangat penting dalam menciptakan kesejahteraan dan bertanggung jawab besar dalam memenuhi segala kebutuhan anak. Maka dari itu orang tua membutuhkan persiapan dan pemikiran matang, seperti siapnya pengetahuan orang tua mengenai bagaimana pola asuh anak yang baik, kesiapan emosional, hubungan dan dukungan antara orang tua dan anak serta dukungan sosial dari lingkungan terdekat, kesiapan finansial dan kesiapan fisik hingga perencanaan keluarga. Faktor-faktor tersebut merupakan pilar agar meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap anak atau Child Abuse yang dilakukan keluarga terutama orang tua.

Child Abuse sering kali terjadi karena adanya anggapan bahwa anak hanya merupakan bagian dari keluarga, sehingga hal tersebut merupakan masalah internal keluarga. Di sisi lain, anak juga merupakan anggota dari masyarakat dan anak tergolong lemah baik dari segi fisik maupun pemenuhan haknya. Sehubung dengan hal itu, anak selayaknya mendapatkan perlakuan yang baik dengan memenuhi berbagai kebutuhan, baik bersifat fisik, psikis, maupun sosial. Pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum sadar betapa pentingnya hal tersebut sehingga terkadang anak mendapatkan perlakuan buruk dari pihak orang tua atau keluarga.

A. Bentuk-Bentuk Kekerasan Pada Anak (Child Abuse) 

​Definisi kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal atau sifat keras, paksaan, perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain. Menurut World Health Organization (WHO), kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentignan komersial yang secara nyata atau pun tidak, dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat, dan perekembangannya. Kekerasan pada anak (Child Abuse) diartikan tindakan amoral yang dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung secara fisik, seksual, dan emosi. Maka dari itu, Bentuk kekerasan pada anak dapat diklasifikasikan dalam 4 macam, yaitu: 

  1. Kekerasan Fisik Kekerasan anak secara fisik adalah kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak seperti penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul. Macam-macam kekerasan fisik, antara lain: ditampar, ditendang, dianiaya, dipukul/ditinju, diinjak, dicubit, dijambak, dicekik, didorong, digigit, dibenturkan, dicakar, dijewer, disetrika, disiram air panas, disundut rokok, dll. Secara fisik, akibat kekerasan fisik antara lain: luka memar, berdarah, luka lecet, patah tulang, sayatan-sayatan, luka bakar, pembengkakan, jaringan-jaringan lunak, pendarahan di bawah kulit, pingsan, dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat, dan akibat yang paling fatal adalah kematian. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air, kencing atau muntah disembarang tempat, memecahkan barang berharga. Beberapa kasus kekerasan yang dialami anak diantaranya dengan dalih mendisiplinkan anak. Padahal disiplin dengan cara ini tidak hanya membuat tubuh anak terluka, namun juga dapat meninggalkan trauma pada anak. Terdapat cara lain yang lebih efektif untuk mendisiplinkan anak.
  2. Kekerasan Verbal/Psikis Kekerasan verbal yaitu kekerasan yang dilakukan melalui tutur kata seperti fitnah membentak, memaki, menghina, mencemooh, meneriaki, memfitnah, dan berkata kasar dan mempermalukan di depan umum dengan kata-kata kasar, bentuk-bentuk kekerasan verbal atau verbal abuse antara lain: Intimidasi, mencela anak, tidak sayang dan dingin kepada anak, tidak merespon anak, hukuman ekstrem hingga mengecilkan atau mempermalukan anak, akibat dari kekerasan verbal adalah hilangnya kepecayaan diri, merasa tidak layak dan merasa sendiri hal ini juga berdampak pada psikis anak. Kekerasan psikis adalah situasi perasaan tidak aman dan nyaman yang dialami anak. Kekerasan psikis dapat berupa menurunkan harga diri serta martabat korban; kekerasan psikis meliputi penghardikan, penghinaan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, perundungan (bullying). Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut ke luar rumah dan takut bertemu dengan orang lain.
  3. Kekerasan seksual Kekerasan seksual merupakan segala jenis aktivitas seksual dengan anak. Kekerasan seksual yang dibagi menjadi: (1) kekerasan seksual nonkontak seperti melihat kekerasan/kegiatan seksual, dipaksa terlibat dalam kegiatan seksual dan mengirimkan gambar foto/video/teks kegiatan seksual, dan (2) seksual kontak seperti sentuhan, diajak berhubungan seks, dipaksa berhubungan seks, dan berhubungan seks di bawah tekanan. Anak yang mengalami kekerasan seksual mengalami dampak psikologis maupun fisik yang serius pada anak. 
  4. Kekerasan Sosial Mencakup Penelantaran Anak dan Eksploitasi Anak.

​a. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak. Orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas anak tidak mempedulikan kebutuhan anak. 

  • Kelalaian di bidang kesehatan seperti penolakan atau penundaan memperoleh layanan kesehatan, tidak memperoleh kecukupan gizi, dan perawatan medis saat sakit. Kelalaian ini akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, antara lain: terjadi kegagalan dalam tumbuh kembang, malnutrisi, yang menyebabkan fisiknya kecil, kelaparan, terjadi infeksi kronis, kurang higienis, hormon pertumbuhan turun, sehingga dapat mengakibatkan stunting.
  • Kelalaian di bidang pendidikan meliputi pembiaran mangkir (membolos) sekolah yang berulang, tidak menyekolahkan pada pendidikan yang wajib diikuti setiap anak, atau kegagalan memenuhi kebutuhan pendidikan yang khusus.
  • Kelalaian di bidang fisik meliputi pengusiran dari rumah dan pengawasan yang tidak memadai. 
  • Kelalaian di bidang emosional meliputi kurangnya perhatian, pengabaian, penolakan, kekerasan terhadap pasangan di hadapan anak dan pembiaran penggunaan rokok, alkohol dan narkoba oleh anak.

​b. Eksploitasi anak merupakan perbuatan memanfaatkan anak secara sewenang-wenang yang dilakukan oleh keluarga atau orang lain dan memaksa anak melakukan sesuatu yang dapat mengganggu tumbuh kembang mental dan fisiknya. Eksploitasi anak berarti menghilangkan hak-hak anak. Contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Misalnya pekerja anak dan prostitusi. Anak bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, atau dipaksa melakukan pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.

B. Faktor Penyebab Child Abuse 

​Terdapat faktor yang mempengaruhi mengapa orang tua yang seharusnya menjadi “rumah” justru melakukan kekerasan terhadap anak mereka. Pertama adalah faktor dari dalam (Internal) Banyak orang tua yang sebagai pelaku Child Abuse mengaku bahwa mereka juga mengalami hal yang sama yaitu kekerasan pada masa kecilnya. Hal yang dipelajari, dirasakan dan dilalui menjadi sebuah dasar atau pola yang diterapkan dalam kehidupan berkeluarga. Ini menunjukkan bahwa kekerasan yang pada anak dapat membuat tumbuh menjadi pribadi yang kejam atau keras. Anak yang tumbuh dewasa dalam keadaan demikan akan sangat rentan menjukkan sikap kejam pula pada rumah tangganya. Tingkat pengetahuan orang tua juga menjadi salah satu faktor internal. Sebagai orang tua tentu tidak ada pendidikan khusus yang ditanamkan sedari kecil, perlu beradaptasi dan mempelajari secara langsung melalui keluarga mereka terdahulu. Pada umumnya orang tua tidak mengenal dan mengetahui ilmu tentang kebutuhan dan perkembangan anak. Seperti misalnya seorang anak belum waktunya untuk melakukan sesuatu yang dianggap sudah mampu oleh orang tua, ketika anak dituntut untuk melakukannya ternyata anak belum bisa melakukannnya, maka orang tua menjadi marah, membentak, mencaci anak sehingga anak sedih dan perkataan orang tua tersebut biasanya terekam di bawah alam sadar anak hingga berdampak kepada diri anak. Maka dari itu, ketidaksiapan dari segi mental dan ilmu juga dapat mempengaruhi fungsi orang tua dalam mendidik, mengurus, menjaga tumbuh kembang anak. Ada juga faktor dari luar, yaitu faktor ekonomi. Pada umumnya kekerasan rumah tangga dipicu oleh faktor ekonomi, kemiskinan dan tekanan hidup. Tuntunan ekonomi kehidupan yang selalu meningkat disertai perasaan kecewa dan marah pada pasangan karena tidak mampu mencukup kebutuhan dan ketidakberdayaan mengatasi masalah ekonomi membuat orang tua melimpahkan emosinya pada orang sekelilingnya salah satunya anak. Anak sebagai orang yang lemah dan perasaan memiliki yang tinggi terhadap anak sehingga dia merasa bisa berperilaku semena-mena pada anak, akibatnya segala kekecewaan dan kemarahannya dilimpahkan kepada anak.

C. Cara mengantisipasi Terjadinya Child Abuse 

​Kesadaran dari berbagai pihak terutama orang tua merupakan hal yang penting. Sudah seharusnya orang tua menyadari bahwa tindak kekerasan yang dilakukan oleh mereka merupakan perbuatan yang salah. Meskipun mereka menggangap bahwa tindakan itu adalah hal yang sepele, tetapi kita tidak akan pernah tau hal apa yang akan ditimbulkan dari tindakan tersebut di masa mendatang nantinya. Jangan sampai anak terkena imbas atas kekesalan yang dirasakan oleh orang tuanya. Karena kekerasan dapat mengakibatkan fisik dan psikis anak menjadi terguncang. Dibutuhkan perhatian dan bimbingan khusus bagi anak yang telah menjadi korban kekerasan untuk menghilangkan trauma dan kembali menumbuhkan rasa percaya diri mereka atas kejadian yang telah mereka hadapi di masa lalu. Upaya yang harus dilakukan orang tua untuk mengantisipasi terjadinya Child Abuse:  

  1. Sebagai orang tua harus bisa mengontrol keaadan emosi, jangan selalu menjadikan anak sebagai korban pelampiasan kekesalan. 
  2. Orang tua harus bisa menerapkan pola pengasuhan yang baik bagi anak, tentunya dengan tidak melakukan tindak kekerasan di dalamnya. 
  3. Orang tua harus bisa bersikap lebih bijak dalam memberikan teguran dan perlakuan pada anak, karena teguran dapat dilakuan secara baik-baik tanpa harus melibatkan unsur kekerasan. 
  4. Perlunya membina hubungan baik antara anak dan orang tua, agar anak bisa lebih dekat dengan orang tua dan tidak menjaga jarak dengan mereka. 
  5. Bagi anak yang telah mengalami tindak kekerasan kasih sayang dari orang-orang terdekat sangat dibutuhkan, agar anak merasa mendapat dukungan dan lambat laun dapat melupakan peristiwa buruk di kehidupan mereka dan bisa menata kehidupan yang lebih baik di masa depan.
  6. Membangun komunikasi dan kepercayaan yang dimana sang anak bisa merasa aman dan nyaman untuk bercerita apapun serta orang tua dapat mengajak anak beraktivitas secara rutin. 
  7. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan dengan mempelajari teknik pengasuhan yang positif dan efektif, bisa juga dengan berbagi informasi dan pengalaman dengan orang tua lain. 
  8. Membangun lingkungan yang aman dan supportive terutama saat bersama orang lain dengan melakukan riset dan verifikasi latar belakang jika memilih pengasuh dan pendidik anak dengan teliti serta menjelaskan kepada anak untuk tidak mudah percaya kepada orang yang tidak dikenal dan menjelaskan batasan yang konsisten dan menerapkan disiplin yang positif. 
  9. Mencari bantuan profesional kepada psikolog atau konselor anak jika mengalami kesulitan dalam mengasuh anak dan jika melihat adanya kasus, segera hubungi pihak berwenang jika Anda mencurigai adanya tindak kekerasan terhadap anak. 


“Save the child and you save the nation” 

L. Ron Hubbard


Sumber Referensi: 


Erniwati, E., & Fitriani, W. (2020). FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MELAKUKAN KEKERASAN VERBAL ​PADA ANAK USIA DINI. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 1–8. https://doi.org/10.24853/yby.4.1.1-8 

Fauziah, A. (2021, June 30). DP3AK. Retrieved April 25, 2024, from https://dp3ak.jatimprov.go.id/berita/link/21 

Puspa, P., & Sinaga, S. I. (2023). A case study: child abused in early childhood. PAUD Lectura: Jurnal Pendidikan ​Anak Usia Dini, 6(02), 22-34. 

Ramadhani, S. P., & Nurwati, N. (2021). Pentingnya Meningkatkan Kesadaran Orang Tua Agar Tidak Melakukan ​Tindak Kekerasan Terhadap Anak. Focus: Jurnal Pekerjaan Sosial, 4(2), 179-188. 

Usman, A. (2023, November 2). SANKSI MEMBIARKAN KEKERASAN TERHADAP ANAK 

​bpsdm.kemenkumham.go.id. Retrieved April 25, 2024, from 

​https://bpsdm.kemenkumham.go.id/informasi-publik/publikasi/pojok-penyuluhan-hukum/sanksi-membiarkan 

Yd. (2021, December 29). Apa yang Harus Dilakukan Saat Melihat Kekerasan pada Anak yang Terjadi di Sekitar ​Kita? Catatan Tanpa Kertas. Retrieved April 25, 2024, from 

​http://yd.blog.um.ac.id/apa-yang-harus-dilakukan-saat-melihat-kekerasan-pada-anak-yang-terjadi-di-sekitar- ​kita/

Sign in to leave a comment
Hari Permasyarakatan: Hak Asasi Manusia, Keadilan Sosial, Perlindungan, Pemberdayaan dan Kesetaraan sebagai Pilar Utama